Tradisi Semiotika Dikaitkan dengan Cultural Studies dan Identitas
ISU-ISU KOMUNIKASI KONTEMPORER
ANALISIS JURNAL
Tradisi Semiotika Dikaitkan dengan
Cultural Studies dan Identitas
OLEH
:
Siti
Noer Tyas Tuti, Calvin
Medita, Fajar
Isti Nugroho
Dosen Pengampu :
Nisa Alfira, S.I.Kom., MA
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015
ANALISIS JURNAL
Dikaitkan dengan
Tradisi Semiotika
Dikaitkan dengan Cultural Studies dan Identitas
A.
Gender Semiotics and the
Century Feminist Utopia:
Implications on National Security and Socio-cultural Development ( Blossom
Shimayam Ottoh & Ako Essien Eyo, 2014).
Jurnal
ini membahas tentang feminisme. Feminisme adalah gerakan yang menuntut
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Konsep feminism muncul sebagai
akibat dari perjuangan untuk pengakuan gender. Selama bertahun-tahun perempuan
perjuang agar mendapat pengakuan dari masyarakat. Wood (1999 dalam Ottoh &
Eyo,2014) berpendapat bahwa gelombang pertama feminism dimulai pada tahun 1800
an. Dilanjutkan pada tahun 1960 dan 1990an, perspektif feminis disajikan secara
radikal. Dalam masa ini perempuan sudah terlibat dalam ruang publik.
Dalam
perspektif mereka, perempuan adalah orang-orang yang dikorbankan dan ditindas.
Pada tahun 1990an feminism berusaha untuk memperluas parameter feminism. Namun
sampai saat ini, aspirasi tersebut masih menjadi utopia. Utopia adalah system social
politik yang sempurna yang hanya ada dalam bayangan (khayalan) dan sulit atau
tidak mungkin diwujudkan dalam kenyataan (KBBI,2015). Dalam jurnal tersebut
dijelaskan pula
tentang perkembangan feminism dari awal kemunculannya hingga abad ke 21. dengan
menggunakan pendekatan Semiotika dan The
Feminist Standpoint Theory.
Biasanya
individu tidak sadar
bahwa mereka melakukan tindakan yang mencerminkan gender yang disebut dengan
semiotika gender. Semiotika adalah studi bahasa yang berkaitan dengan system
tanda, ikon dan symbol. Dalam semiotika tanda-tanda yaitu berupa kata-kata,
suara, gerakan dan objek. Semiotika berkaitan dengan segala sesuatu yang dapat
diambil sebagai tanda (Eco,1976 dalam Ottoh dan Eyo,2014). Semiotika merupakan
studi tentang bagaimana makna dibuat dan realitas diwakili.
Sedangkan
Standpoint theory (Wood,1999)
merupakan teori yang berfokus pada bagaimana gender, kelas dan ras mempengaruhi
atau memanipulasi kehidupan individu, terutama posisi mereka dalam masyarakat.
Teori ini menjadi dasar teori gerakan feminism yang di kenal dengan The Feminist Stand Point Theory yang
muncul pada tahun 1970an dengan pendekatan teoritis Marxist Feminist dan Feminist
Critical dalam berbagai disipilin ilmu pengetahuan. The Feminist Stand Point Theory memiliki konstribusi terhadap
epistimologi, perdebatan metodologis dalam ilmu social dan alam, filsafat ilmu
serta aktivisme politik.
Para
ahli memandang bahwa gender sebagai salah satu aspek dari identitas yang
dipelajari melalui interaksi dengan orang lain. Identitas
gender mengacu pada bagaimana suatu budaya tertentu membedakan antara peran
maskulin dan feminine. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa gender
merupakan subjek penting dalam tatanan sosial. Gender dikenalkan kepada anak
usia dini oleh orang tua kemudian oleh masyarakat luas. Contoh : Anak perempuan
harus bermain layaknya perempuan. Dan sering kali kita dengar label semiotik
yang diberikan kepada perempuan antara lain “kamu adalah perempuan, kamu harus
di dapur”.
Gender
merujuk kepada bagaimana invdividu melihat dirinya sendiri dalam hal
maskulinitas atau femininitas. Dalam arti luas, gender mengacu pada identitas
peran jenis kelamin yang digunakan untuk menekankan perbedaan antara laki-laki
dan perempuan. Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa terdapat perkembangan
feminism, mulai ketika perempuan tidak diijinkan berfungsi di masyarakat hingga
saat ini perempuan sudah berfungsi dan secara bertahap mengambil alih peran
laki-laki serta meninggalkan urusan domestiknya.
Pada
saat ini, perempuan diseluruh Negara mulai berpartisipasi dalam pembangunan
bangsa. Mereka terlibat dalam pengambilan keputusan, administrasi, kebijakan pemerintah
dan lain-lain. Perempuan secara terus-menerus mengingatkan diri untuk
berpartisipasi dalam urusan Negara. Dalam melawan budaya patriarki, kaum
feminism menggunakan tulisan
sebagai wujud protes keras penolakan budaya patriarki.
Terdapat kecenderungan bahwa perempuan tidak hanya akan
berhasil dalam perjuangan untuk kesetaraan gender, tetapi dimungkinkan bahwa
perempuan mampu mengambil posisi pemimpin dalam strata social dan mengambil
alih lingkungan serta tatanan social. Karena dewasa ini perempuan begitu tegas untuk berusaha lebih
baik dari laki-laki.
B. Culture Identity and Female Representation in Indonesia Women’s Magazine (karya Intan Paramadhita,2003)
Meningkatnya
kesadaran manusia untuk memperoleh informasi, besarnya segmen pasar serta
besarnya keuntungan yang didapat dalam berbisnis pada bidang media, merupakan
ketiga faktor yang mendorong perkembangan industri media, baik cetak maupun
media elektronik (Aprilandini & Yudho, 2012).
Media cetak kemudian berkembang lebih pesat menuju kepada segmen pasar khusus
segmen pasar khusus, misalnya majalah khusus perempuan, majalah khusus
laki-laki dan majalah khusus remaja (Aprilandini
& Yudho, 2012). Di Indonesia, mulai marak majalah-majalah dengan
segmentasi tertentu dan majalah dari luar negeri yang diterbitkan dalam edisi
Indonesia seperti Her Word, Go Girl dan
Cosmos. Di samping itu juga terbit
majalah-majalah khusus perempuan dalam negeri seperti Femina, dan Kartini. Majalah-majalah
tersebut mengangkat tema perempuan beserta gaya hidupnya.
Apriliandini
& Yudho (2012) menjelaskan bahwa pembahasan mengenai gaya hidup majalah
tersebut secara tidak langsung mempengaruhi gaya hidup pembacanya. Sebagai
salah satu agen sosialisasi yang berperan penting di masyarakat, pesan yang
disampaikan oleh majalah, baik tersurat maupun tersirat akan membentuk persepsi
dan pola pikir para pembaca (Aprilandini &
Yudho, 2012). Maka, majalah
perempuan mampu merekonstruksi gambaran sosial tentang perempuan yang ideal
dalam masyarakat. Menurut Stuart Hall (dalam Nuraini Juliastuti 2000)
rekonstruksi atau representasi adalah salah satu praktik penting yang
memproduksi kebudayaan (Sofiana, Arsianti,
Amalia, & Febriati, 2013).
Dalam
pengertian representasi ini, terdapat kode-kode kebudayaan yang dibagikan,
yaitu kode-kode yang telah dikenal dan dimiliki bersama oleh masyarakat.
Artinya, pesan yang dikemas dan direpresentasikan oleh media massa dapat
dipahami masyarakat sesuai dengan kode-kode tersebut (Sofiana, Arsianti, Amalia, & Febriati, 2013).
Budaya
mempengaruhi cara pandang seseorang dalam merepresentasikan sebuah fenomena.
Begitupula representasi perempuan dalam media massa juga akan dipengaruhi
bagaimana konstruksi sosial yang melingkupinya, termasuk didalamnya majalah
wanita (Budiastuti & Gifari, 2008).
Dalam jurnal yang ditulis oleh Intan Paramadhita dengan judul Culture Identity and Female Representation
in Indonesia Women’s Magazine (2003) menjelaskan bahwa terdapat perbedaan
representasi perempuan dalam setiap majalah. Hal itu disebabkan karena
pebedaan budaya yang di bawa masing-masing
majalah. Dalam jurnal tersebut diulas tentang perbedaan dua majalah wanita
yaitu majalah wanita yang diterbitkan orang Indonesia seperti Femina dan majalah wanita di Indonesia
yang diterbitkan pihak asing dalam Edisi Indonesia seperti Cosmo.
Terdapat
perbedaan antara Femina dan Cosmo tentang cara dalam mengkonstruksi
perempuan. Femina berusaha untuk
membangun gambaran tentang perempuan Indonesia dengan memelihara kualitas dan
tanggung jawab penuh dalam lingkungan domestik atau hanya pada tataran wanita
melakukan pekerjaan rumah (Paramadhita, 2003).
Hal ini tidak terlepas dengan budaya patriarki. Perempuan cenderung tampil
sebagai warga negara kelas kedua dalam arti lebih mengunggulkan
laki-laki. Selain itu dalam konteks sosial budaya pun, perempuan masih
ditempatkan pada masalah reproduksi rumah tangga
(Aprilandini & Yudho, 2012). Dalam sistem sosial, budaya (juga
agama), patriarki muncul sebagai bentuk kepercayaan atau ideologi bahwa
laki-laki lebih tinggi kedudukannya dibanding perempuan: bahwa perempuan harus
dikuasai bahkan dianggap sebagai harta milik laki-laki (Wulandari, 2012).
Secara
kultural perempuan-perempuan Indonesia dapat dipastikan terkoneksi dengan
budaya global yang sedang berkembang (Aprilandini
& Yudho, 2012). Modernisasi membawa tuntutan termasuk didalamnya
adalah tuntutan untuk perempuan. Femina menggabungkan dua konsep antara tradisional
dan modern yang menuntut peran ganda perempuan. Di satu sisi perempuan ingin
sempurna dengan identitasnya sendiri, di sisi lain perempuan bertindak sebagai
ibu dan istri yang sanggup untuk mengurusi kehidupan rumah tangganya.
Sementara
itu perempuan sekarang lebih cenderung menunjukkan sisi kemajuan tentang
gambaran perempuan modern (Paramadhita, 2003).
Tradisi timur menggambarkan tentang perempuan sebagai kaum yang diam atau
cenderung tidak leluasa dalam mengemukakan pendapat, sedangkan tradisi barat
menggambarkan kesetaraan gender yang menjunjung kemerdekaan berpendapat dan
kehidupan sosial secara menyeluruh tidak memandang laki-laki atau perempuan.
Hal ini terkait erat dengan konsep feminisme yang menuntut kesetaraan gender.
Pengertian gender adalah pembagian peran serta tanggung jawab baik laki-laki
maupun perempuan yang ditetapkan masyarakat maupun budaya (Sofiana, Arsianti, Amalia, & Febriati, 2013).
Ketidak adilan gender inilah yang digugat kalangan feminis yang berangkat dari
suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap wanita dalam masyarakat,
apakah itu di tempat kerja atau dalam konteks masyarakat makro serta tindakan
sadar baik oleh perempuan atau pun laki-laki dalam mengubah keadaan tersebut (Sofiana, Arsianti, Amalia, & Febriati, 2013).
Berbeda
dengan Femina yang lebih
menggambarkan wanita lebih pada area domestiknya, Cosmo mepresentasikan tentang gambaran perempuan yang hebat atau
maju adalah yang mampu berkarir tidak hanya pada area domestik. Cosmo mencoba menentang budaya patriarki
yang terdapat dalam Femina. Cosmo mepresentasikan
gambaran perempuan barat, dengan pertimbangan lebih modern dari pada Femina.
Nilai
Liberal dan individual pada majalah Cosmo
meyakinkan pembacanya bahwa perempuan dapat menentukan apa yang mereka ingin
untuk diri mereka (Paramadhita, 2003).
Wanita bebas dalam menempatkan dirinya, baik dalam berekspresi maupun
berpendapat. Dalam Cosmo perempuan
digambarkan sebagai sosok yang aktif tidak sebagai kaum yang diam. Hal ini
berhubungan dengan konsep feminisme oleh Rosemary Tong (Sofiana, Arsianti, Amalia, & Febriati, 2013) tentang feminisme
liberal yang memberikan penekanan pada terjadinya subordinasi perempuan di
masyarakat yang disebabkan oleh adat yang menghalangi
perempuan masuk dalam
lingkungan publik. Gagasan modernitas yang dibawa Cosmo lebih menawarkan gender yang berkualitas.

Namun dalam ranah yang lebih luas terlihat
bahwa perempuan masih tidak menjadi bebas dari budaya timur atau tradisional,
terkadang sebagaian besar prestasi perempuan
masih mendasarkan pada penilaian laki-laki. Dari pembahasan diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa Femina merepresentasikan
perempuan yang baik adalah perempuan yang mampu mengurusi dengan baik dalam
ranah domestik. Sedangkan Cosmo merepresentasikan perempuan yang hebat adalah
perempuan yang keluar dari zona domestik, mampu masuk pada lingkungan publik
dan menanamkan nilai liberal pada perempuan.
C. Makna Simbol Emotikon dalam Komunitas Kaskus (Alila Pramiyanti & Maylanny Christin, 2014)
Internet berhasil
membuat banyak perubahan bagi manusia. Dengan adanya internet yang mempercepat
serta memberikan cara baru interaksi manusia melalui pesan instan, forum
internet, chatting, jejaring sosial dan komunitas online. Salah satunya adalah
komunitas online terbesar di
Indonesia adalah Kaskus (Kasak Kusuk) yang berkemampuan dalam mengakomodasi
hampir semua kebutuhan, keinginan, dan minat dari para surfer internet.
Komunitas ini
membahas segala topik atau hal, serta komunitas ini juga menyediakan forum jual
beli yang memungkinkan pengguna internet untuk berjual beli mulai dari barang
yang bernilai puluhan ribu hingga tanah yang berharga ratusan juta rupiah.
Dalam forum
internet terdapat Emotikon atau simbol dalam percakapan jejaring forum internet
yang merupakan sesuatu yang penting dalam proses terjadinya komunikasi di
antara para pengguna internet, emotikon merupakan sarana yang efektif untuk
menghindari kesalahan interpretasi pesan dalam berkomunikasi dalam internet dan
media sosial lainya
Emotikon
diciptakan sebagai kompensasi dari ketidakmampuan penyampaian nada suara,
ekspresi muka, maupun isyarat atau sikap tubuh dalam komunikasi tertulis.
Sehingga emotikon ini menjadi jembatan pemisah antara pesan tulisan dengan
komunikasi secara tatap muka. Ini juga memberikan gambaran tentang maksud dari
penulis melalui tampilan ekspresi wajah.
Perkembangan dari
emotikon ini yang berawal dari karakter-karakter sederhana tetapi sering
berjalanya waktu karakter emotikon ini menjadi lebih banyak dan beragam hingga
mulai gambar kartun pengekspresian wajah hingga menjadi gambar yang bergerak
yang penuh animasi,berwana, kadang-kadang juga ada suara yang dapat membuat
emotikon ini terkesan lebih “hidup”.
Analisis berdasar
tradisi semiotika pada emotikon Kaskus :
1. Penekanan
Ekspresi
Salah
satu yang berhubungan dengan semiotika adalah penekanan ekspresi ini dimana
ekspresi wajah merupakan komunikasi non verbal. Bahkan dalam dunia maya manusia
juga sering membuat simbol yang identik dengan penekanan ekspresi.
2. Mempertegas
perasaan
Emotikon
berfungsi mempertegas perasaan dalam hubungannya dengan komunikasi.
3. Apresiasi
Positif
Sebagai salah satu bentuk keuntungan yang dapat
mempertahankan sebuah komunikasi yang menyenangkan.
Sebagai
budaya komunikasi emotikon jika dilihat dari segi penggunaan warna, simbol
dalam karakternya menunjukkan setiap emotikon mewakili ekspresi yang kompleks.
Pengirim pesan mengirimkan emotikon untuk mewakili perasaanya, emotikon juga
bisa mempertegas emosi yang ingin disampaikan lewat pesan jika penggunaan kata
dan tanda baca tidak cukup untuk menampilkan maksud pesanya.
Setiap
emotikon yang sudah dikategorikan oleh jurnal ini mayoritas mempresentasikan
kebebasan berekspresi, sifat humoris, keakraban, loyalitas serta nasionalisme
yang terbentuk dalam komunitas Kaskus ini. Emotikon ini juga bisa digunakan
untuk memperlihatkan kreatifitas para anggotanya.
Selain berkaitan dengan Semiotika, jurnal tersebut dapat
dikaitkan dengan Cultural Studies dan dengan adanya pembentukan identitas.
Ketika komunikator mengirim emoticon kepada komunikan maka komunikator sedang
memproduksi sebuah makna atau tanda agar dapat dipahami oleh komunikan, ini
juga sangat berkaitan juga dengan Identitas yang terbentuk dari komunikator
kepada komunikan. Sehingga komunikan dapat memahami bagaimana komunikator
menyampaikan pesan dan identitas dari komunikator tersebut terbentuk.
Fitur
emotikon dalam komunitas kaskus merupakan sebuah cara untuk membentuk identitas
tentang tanda dan bahasa
dalam proses komunikasi yang terjadi antar anggota komunitas tersebut. Menampilkan emotikon merupakan perwakilan ekspresi mereka kepada
khalayak/komunikan/individu yang dituju dalam forum diskusi tersebut. Ketika individu menampilkan emoticon
tertentu, maka identitas individu akan terlihat. Apakah merupakan individu yang
pro,kontra, berpendidikan tinggi atau rendah dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Aprilandini, Y. S., & Yudho, A. M. (2012). Pencitraan
Perempuan di Majalah : Konstruksi Identitas Perempuan Kelas Menengah di
Perkotaan.
Budiastuti, L. W., & Gifari, M. (2008). Representasi
Perempuan dalam Majalah Wanita. Jurnal Studi Gender dan Anak, 101-119.
Morissan.(2013). Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa.
Jakarta: Kencana
Littlejohn,
Stephen W & Karen A. Foss. (2009). Teori
Komunikasi (theories of
human communication) edisi 9. Jakarta:
Salemba Humanika
Paramadhita, I. (2003). Cultural Identity and Female
Representation in Indonesia Womens Magazine. 5, 1-11.
Sofiana, N., Arsianti, F., Amalia, N. R., & Febriati, S.
(2013). Women Representation in Lifestyle Magazine.
Wulandari, R. (2012). Budaya Hukum Patriarki versus Feminis :
Dalam Penegakan Hukum Dipersidangan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan.
Pramiyanti, Alila & Christin, Maylanny. (2014) Makna Simbol Emotikon dalam
Komunitas Kaskus.Telkom University
Ottoh, B. S., & Eyo. E. A. (2014). Gender Semiotics and the
Century
Feminist

Utopia:
Implications on National Security and Socio-cultural Development
Komentar
Posting Komentar